Istanbul, Konstantinopel zaman dahulu di Turki dengan segala
peninggalan dan budaya dari Romawi kuno. Keindahan dan keunikannya
semakin lengkap ketika saya bisa mengunjungi kota ini di dua benua
sekaligus, yaitu Asia dan Eropa!
Perang Salib, sebuah sejarah yang paling saya ingat dalam pelajaran
sejarah selama sekolah. Konstantinopel yang kini dikenal sebagai
Isatanbul, merupakan kota perdagangan bangsa-bangsa Eropa yang jatuh ke
tangan Bani Seljuk.
Dalam sejarah sangat terlihat betapa pentingnya Konstantinopel bagi
semua bangsa. Keberadaan Konstantinopel atau Istanbul pun mencuri
pikiran dan menimbulkan pertanyaan pada diri saya. Mengapa banyak bangsa
yang rela mempertaruhkan harta dan nyawanya untuk bisa merebut
Konstantinopel?
Akhirnya, 18 November tahun lalu saya bisa menemukan jawabannya. Hari
itu saya mendarat di Bandara Sabiha Gokcen, Istanbul Jumat siang
sekitar pukul 13.30 waktu setempat, setelah menempuh perjalanan
menggunakan Easyjet dari Bandara London Luton.
Setibanya di Bandara Sabiha Gokcen, saya langsung meneruskan
perjalanan dengan Airport Bus menuju Taksim Square. Taksim Square
merupakan salah satu titik pusat Kota Istanbul. Daerah ini pun menjadi
tempat nongkrong anak muda Turki. Di tempat gaul itu, saya pun hanya
hanya membeli makan siang di restorn cepat saji dengan harga 7 lira.
Selanjutnya saya pun kembali menuju Distrik Sultan Ahmed dengan menaiki
Metro Tramvay dengan jurusan Kabatas.
Sesampainya di Stasiun Emionu aku dipersilakan naik ke atas untuk
melanjutkan perjalanan menggunakan Tramvay ke Sultan Ahmed. Di situlah
saya terkagum-kagum melihat melihat Istanbul sebagai sebuah daratan yang
di kelilingi lautan biru yang tenang.
Selat Bosphorus dan Laut Marmara menjadi hiasan untuk kota tersebut.
Itulah jawaban atas pertanyaan saya saat mempelajari sejarah. Istanbul
adalah kota terindah yang pernah saya kunjungi.
“It’s an amazing city!” Dengan kondisi geografis yang dikelilingi
lautan serta banyaknya peninggalan budaya dari setiap peradaban Romawi,
Eropa dan peninggalan Muslim menambah cantik kota 1000 Minaret ini.
Walau saya berangkat dari kota yang sangat indah di Eropa, yaitu
London dan Kota Edinburgh nan klasik dan indah. Buat saya keindahan
Istanbul bisa mengalahkan dua kota tersebut. Mungkin hanya soal
kemacetan saja yang membuat London dan Edinburgh terlihat lebih elok
daripada Istanbul.
Perjalanan meggunakan Tramvay punb berahir di Sultan Ahmed. Di mana
banyak tersedia penginapan untuk segala kelas ekonomi di sana. Saya pun
memilih menginap di sebuah hotel semi hostel bernama Cordial House Hotel
dengan tarif 25 Euro per malam.
Pasca salat Ashar dan berisitirahat sejenak, saya menghabiskan waktu
di sekitaran Sultan Ahmed. Hingga akhirnya saya bisa merasakan nikmatnya
salat Magrib dan Isya di Sultan Ahmed Mosque atau Blue Mosque.
Interior atap Bluw Mosque dipenuhi marmer biru. Saya lewati malam itu di Hippodrome, sebuah taman besar di depan Blue Mosque.
Keesokan harinya saya mengikuti Fullday Tour yang dimulai dari Golden
Horn. Golden Hour merupakan sebuah teluk yang sangat tenang dan tempat
dimulainya Sultan Ahmed sang Conqueror menaklukan Istanbul pada tahun
1400-an.
Uniknya, Fullday Tour di Istanbul karena setiap hotel pasti
bekerjasama dengan Travel Tour untuk menawarkan paket tur. Oleh sebab
itu, saat saya membayar paket tur di hotel, pihak travel langsung
menjemput di hotel tempat saya menginap.
Dari Golden Horn saya menyusuri Laut Bosphorus selama 1 sampai 2 jam
menggunakan kapal yang tak terlalu besar, sambil menikmati keindahan
Kota Istanbul dari laut Bosphorus. “Wow, it’s an amazing expereince for
me,” mungkin itu salah satu bagian tur terbaik yang pernah saya alami.
Dari Laut Bosphorus saya bisa menimati keindahan Blue Mosque, Hagia
Sophia, dan Topkapi Palace dari kejauhan. Indahnya Istana Dolmabahce
Palace dari lautan, menjadikan istana tempat Ataturk sakit dan wafat ini
semakin indah.
Dari sini saya juga bisa menikmati keindahan Jembatan Bosphorus dari
lautan. Jembatan ini menghubungkan Istanbul Asia dan Istanbul Eropa atau
bisa juga disebut jembatan antar benua yang menghubungkan Asia dan
Eropa.
Tur pun dilanjutkan dengan mengunjungi Toscali Hill, sebuah bukit
tempat Piere Lotti menghabiskan waktunya menulis tetang keindahan kota
Istanbul. Dari Puncak Toscali Hill saya dan rombongan turun menggunakan
kereta gantung sembari menikmati keindahan Istanbul dari udara. Setelah
itu, tur dilanjutkan dengan makan siang di sebuah restoran yang terletak
di sekitaran kompleks Masjid Sultan Ahmed.
Perjalanan selanjutnya siang itu diteruskan di Dolmabahce Palace
untuk melihat kemewahan istana para Raja Turkis atau Turki bergelimang
kemewahan sekaligus tempat yang terakhir kali ditinggali Ataturk, Bapak
Republik Turki.
Sore harinya saya mengunjungi Bosphorus Bridge melalui jalur darat
dan menjejakkan kaki untuk kedua kalinya di asia dalam 2 hari,
setelahnya dilanjutkan dengan perjalanan menuju Eropa di Istanbul bagian
Eropa. Keesokan harinya sebelum kembali menuju London Heathrow saya
sempatkan untuk mengunjungi Hagia Sophia dan Topkapi Palace.
Setelah itu, dari hotel saya memesan Airport Shuttle menuju Attaturk
International Airport. Satu lagi hal unik saya temukan karena pariwisata
adalah sumber devisa utama Kota Istanbul di samping perdagangan.
Wisatawan sangat dimanjakan dengan berbagai kemudahan akses dari dan
menuju infrastruktur wisata di kota ini.
Bahkan Airport Shuttle dan kendaraan untuk tur sudah siap di setiap
hotel. Oleh karena itu, turis pun merasa dimudahkan untuk berkunjung ke
sana ke mari di Istanbul. Hal ini yang harusnya bisa dicontoh dan
dipelajari oleh Stakeholder pariwisata di indonesia.
Hal lain yang cukup menarik ketika saya mengunjungi Istanbul dan
kota-kota wisata lainnya adalah tersedianya bus Hoop on Hoop Off yang
memiliki dua tingkat dan di bagian atasnya memiliki atap terbuka.
Biasanya bus Hoop on Hoop Off di London, Edinburgh, Istanbul dan
kota-kota wisata dunia lainnya mengenakan tarif yang berlaku 24 jam.
Tiket bus Hoop on Hoop Off tur di Istanbul sekitar 50 lira. Waktu
yang dihabiskan untuk mengelilingi Kota Istanbul yang mengikuti rute
adalah sekitar 2,5 jam. Rute yang dilewati selama perjalanan melalui Old
Istanbul, Modern Istanbul, dan Istanbul bagian Asia.
Pokoknya, Istanbul bisa saya kategorikan sebagai “The city you should
visit before you die!” karena saking indahnya. Hanya ada satu hal yang
saya benci di Istanbul, yaitu kemacetannya yang mirip di Jakarta.
Sisanya, “Istanbul everything to be one of the most wonderful city in
the world!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar